KRL yang terlihat dalam salah satu foto menunjukkan signifikansi moda transportasi massal dalam menghubungkan pusat-pusat aktivitas di Jakarta dan kota-kota sekitarnya. Kereta komuter tidak hanya berfungsi sebagai solusi praktis untuk menghindari kemacetan, tetapi juga sebagai tempat di mana individu dari berbagai latar belakang sosial saling berbagi pengalaman. Dalam konteks ini, batas-batas sosial sering kali menjadi memudar; pekerja kantoran, pedagang kecil, dan pelajar berbagi ruang dalam perjalanan mereka. Hal ini mencerminkan aspek inklusivitas dari ruang publik, meskipun masih terdapat tantangan terkait kenyamanan dan kapasitas yang memadai. Di sisi lain, angkot dan ojek online menggambarkan dinamika mobilitas informal yang menjadi alternatif bagi banyak masyarakat. Pengemudi angkot, yang sering kali beroperasi dalam kondisi yang kurang ideal, serta pengemudi ojek online yang memanfaatkan teknologi digital untuk mencari penumpang, menunjukkan bahwa ruang publik transportasi juga berfungsi sebagai arena ekonomi. Mereka berperan sebagai aktor kunci dalam memenuhi kebutuhan mobilitas, meskipun sering kali terabaikan dalam diskusi formal mengenai perencanaan kota. Ini mencerminkan keberadaan ruang publik yang tidak selalu seragam dan ideal, tetapi tetap memiliki relevansi dan pentingnya bagi kehidupan perkotaan.
Transformasi digital telah menjadi aspek penting dalam sektor transportasi publik di Jakarta. Penggunaan aplikasi pembayaran digital, seperti yang ditunjukkan dalam salah satu foto, menggambarkan bagaimana teknologi mengubah cara interaksi di ruang tersebut. Selain meningkatkan efisiensi, hal ini juga mencerminkan upaya untuk mengintegrasikan masyarakat ke dalam ekosistem digital yang lebih luas. Namun, hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai inklusi digital, mengingat tidak semua individu memiliki akses yang setara terhadap teknologi. Kemacetan yang terlihat dalam foto lainnya menunjukkan tantangan signifikan yang dihadapi kota ini dalam mengelola mobilitas. Kemacetan bukan sekadar masalah teknis, melainkan juga isu sosial yang mencerminkan ketidakadilan dalam akses terhadap infrastruktur transportasi. Dalam konteks ini, ruang publik transportasi tidak hanya berfungsi sebagai tempat berpindah, tetapi juga sebagai arena perjuangan untuk mencapai keadilan sosial.
Ruang transportasi publik, apabila dikelola secara efektif, memiliki kemampuan untuk berfungsi sebagai ruang sosial yang memfasilitasi interaksi antar budaya dan kelas sosial. Menurut pandangan Habermas, ruang publik semacam ini dapat berperan sebagai alat untuk memperkuat demokrasi melalui dialog dan solidaritas. Namun, untuk mencapai tujuan ideal tersebut, diperlukan komitmen dari pemerintah dan masyarakat dalam menghadapi berbagai tantangan yang ada, termasuk ketidakmerataan akses, kualitas layanan, dan integrasi teknologi yang adil. Transportasi publik di Jakarta, seperti yang terlihat dalam foto-foto ini, mencerminkan kompleksitas kota modern sekaligus harapan akan ruang publik yang lebih inklusif dan berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Setiawan, A. (2015). Konsep Ruang Publik Menurut Jurgen Habermas. UIN Sunan Kalijaga, 1-80.
Setiawan, R. (2023). Peran Media Sosial Sebagai Ruang Publik: Tinjauan Filosofis Gagasan Ruang Publik Jurgen Habermas. Melintas, 39(3), 323-350. doi:https://doi.org/10.26593/mel.v39i3.78
Supriadi, Y. (2017). Relasi Ruang Publik Dan Pers Menurut Habermas . Kajian Jurnalisme, 1(1), 1-20.
Karya:
Nazwa Hilwa
Siti Nurmala
Puspa Indah Septiyani
Trisya Shafrina
Intan Saskia Dwi Putri
Adinda Muthiara Putri