Dari sudut pandang sosiologi, kejadian ini menggambarkan apa yang disebut Pierre Bourdieu sebagai “habitus”, yaitu pola pemikiran dan perilaku yang dibentuk oleh sistem sosial. Para pekerja informal di Kota Tua menjalankan aktivitas ekonominya dalam kerangka habitus mereka, yang dibentuk oleh faktor pendidikan yang rendah, modal ekonomi, dan faktor lingkungan. Kota Tua yang populer di kalangan wisatawan lokal dan mancanegara menjadi lokasi yang ideal bagi mereka untuk berjualan. Di sisi lain, mereka harus berhadapan dengan peraturan pemerintah kota yang ketat yang bertujuan untuk melestarikan daya tarik kawasan bersejarah tersebut.
Beberapa foto yang menunjukkan pedagang kaki lima yang menjajakan dagangannya di sepanjang trotoar dan pengamen yang bernyanyi di tengah keramaian. Pemandangan ini menggambarkan kesenjangan sosial yang mencolok. Meskipun berada di jantung ekonomi dan budaya, para pencari nafkah ini sering kali tidak memiliki akses terhadap keamanan sosial dasar, seperti asuransi kesehatan dan keamanan kerja. Kesenjangan ini menunjukkan bahwa modernitas dan pembangunan tidak serta merta menguntungkan semua lapisan masyarakat.
Tempat-tempat seperti Kota Tua menunjukkan bagaimana masyarakat yang kurang mampu sering menggunakan ruang publik sebagai wadah perjuangan mereka untuk mendapatkan kehidupan. Namun, perjuangan mereka bukan tanpa tantangan. Foto-foto yang menggambarkan interaksi antara pekerja informal dengan aparat penegak hukum menunjukkan adanya benturan antara kepentingan masyarakat bawah dengan kebijakan tata kota. Pemerintah kerap menggusur pedagang kaki lima atas nama estetika dan penataan ruang publik, tanpa memberikan solusi berkelanjutan bagi mereka. Dalam sosiologi, situasi ini dapat dikaitkan dengan teori konflik dari Karl Marx, di mana ketimpangan ekonomi dan akses terhadap sumber daya menciptakan ketegangan antara kelas penguasa dan pekerja.
Di sisi lain, foto-foto yang menampilkan senyum dan tawa para pencari nafkah, meskipun dalam situasi sulit, menunjukkan kekuatan solidaritas sosial. Émile Durkheim menjelaskan bahwa solidaritas mekanik, yang sering ditemukan dalam masyarakat tradisional atau kelompok kecil, tetap menjadi elemen penting dalam mempertahankan kohesi sosial di tengah kerasnya kehidupan kota. Para pekerja informal di Kota Tua sering saling membantu, berbagi informasi, atau bahkan berbagi pelanggan, menciptakan jaringan sosial yang kuat di antara mereka.
Kesimpulannya, foto-foto perjuangan mencari nafkah di Kota Tua Jakarta tidak hanya merekam dinamika kehidupan masyarakat urban, tetapi juga menjadi jendela untuk memahami isu-isu sosiologis yang lebih luas. Dari stratifikasi sosial, konflik kelas, hingga solidaritas sosial, semua elemen ini memperlihatkan bagaimana masyarakat bawah beradaptasi dan bertahan dalam menghadapi tantangan kehidupan kota. Kota Tua bukan hanya warisan sejarah, tetapi juga cerminan dari perjuangan manusia untuk mencari tempat dan penghidupan dalam sistem sosial yang seringkali tidak berpihak kepada mereka.
Karya:
– Yauza Ananta (223503516050)
– Geani Fatma Harris (223503516064)
– Galuh Diah Pramesti (223503516069)
– Melizha Dwi Putri (223503516075)
– Rafa Haifasyah (22350