Gambar anak-anak bermain di trotoar memberikan gambaran tentang bagaimana ruang ini menjadi tempat sosialisasi dan rekreasi. Hal ini menunjukkan bahwa trotoar tetap memiliki potensi sebagai ruang inklusif, meskipun terkadang terancam oleh dominasi kendaraan bermotor dan aktivitas komersial. Dalam konteks ini, trotoar menjadi simbol ambivalensi: ruang yang terbuka untuk semua, tetapi sering kali tidak didukung oleh perencanaan kota yang memadai. Sementara itu, foto lain menunjukkan pengemudi ojek daring yang memanfaatkan trotoar untuk beristirahat dan makan. Fenomena ini merefleksikan bagaimana kelompok pekerja informal menggunakan ruang publik untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka di tengah jam kerja di daerah Kota Jakarta yang cukup padat.
Foto lainnya menampilkan tukang bajaj dan penjual kaki lima yang memanfaatkan trotoar sebagai ruang kerja. Ini menyoroti pentingnya trotoar sebagai sumber penghidupan bagi masyarakat kelas bawah. Namun, keberadaan mereka sering kali berhadapan dengan kebijakan pengelolaan kota yang tidak berpihak pada pedagang kecil, menimbulkan konflik antara kebutuhan ekonomi mikro dan regulasi tata kota. Selain itu, penggunaan trotoar untuk aktivitas kreatif, seperti pembuatan film sebagaimana terlihat pada salah satu foto, menunjukkan dimensi lain dari pemanfaatan ruang publik. Trotoar menjadi panggung ekspresi seni dan budaya urban yang beragam, mencerminkan dinamika kehidupan perkotaan yang terus berubah. Secara keseluruhan, trotoar di Jakarta merepresentasikan kompleksitas urbanisasi di kota besar. Ia menjadi ruang hidup yang multifungsi, tempat berbagai kelompok sosial berinteraksi dan bertahan hidup. Namun, hal ini juga menggarisbawahi perlunya kebijakan tata kota yang mempertimbangkan aspek keberlanjutan, kesejahteraan sosial, dan inklusivitas, sehingga trotoar dapat benar-benar menjadi ruang publik yang nyaman dan aman bagi semua.
Hal ini selaras dengan kondisi trotoar sebagai ruang hidup melalui sudut pandang modal sosial merupakan kemampuan masyarakat untuk bekerja bersama, dan mencapai tujuan-tujuan bersama, di dalam berbagai kelompok di mana terdapat jaringan sosial, norma, dan kepercayaan. Dalam hal ini, Trotoar sering dianggap hanya sebagai tempat lalu lalang, ternyata merupakan sebuah “panggung” sosial yang menarik. Tempat di mana berbagai macam orang bertemu, berinteraksi, dan membentuk hubungan.
Karya:
1. Delia Nur Hanifah
2. Fathiya Maulida Husna
3. Magdalena Tias Nugrahawati
4. Nadia Shatry
5. Virna Desiani