Fasilitas KRL yang terus dikembangkan menunjukkan upaya menciptakan ruang publik yang inklusif. Adanya eskalator, jalur penyeberangan, kursi roda, hingga pintu khusus bagi kelompok rentan mencerminkan komitmen untuk memastikan bahwa semua lapisan masyarakat dapat mengakses transportasi ini. Meski demikian, tantangan dalam hal aksesibilitas dan kesadaran masyarakat masih perlu diatasi untuk mewujudkan inklusivitas yang sesungguhnya.
Selain sebagai alat mobilitas, KRL juga menjadi ruang interaksi sosial yang mencerminkan solidaritas dan kedisiplinan masyarakat. Dalam kereta yang penuh sesak, penumpang berbagi ruang fisik sambil tetap menghormati norma yang berlaku, seperti memberikan tempat duduk kepada yang membutuhkan. Hal ini menunjukkan bahwa transportasi publik tidak hanya menjadi alat untuk berpindah tempat, tetapi juga wadah pembentukan nilai-nilai sosial yang relevan dalam kehidupan perkotaan.
KRL memiliki peran penting dalam mendukung modernisasi kota, terutama dalam menghadapi tantangan urbanisasi yang pesat. Transportasi ini tidak hanya membantu mengurangi kemacetan, tetapi juga meningkatkan efisiensi ekonomi dan pendidikan dengan mempersingkat waktu perjalanan. Perannya dalam mengatasi masalah mobilitas di kota yang padat mempertegas transformasi ruang kota akibat urbanisasi. Selain itu, stasiun-stasiun KRL yang tersebar luas menjadi simbol integrasi antara teknologi, manusia, dan ruang publik.
Secara keseluruhan, KRL Commuter Line bukan hanya alat transportasi, tetapi juga ruang sosial dan simbol modernisasi kota. Meskipun menghadapi tantangan dalam aksesibilitas dan perilaku pengguna, transportasi ini tetap menjadi elemen penting dalam membangun kehidupan perkotaan yang inklusif, efisien, dan dinamis.
Karya
1. Alaizha Chantily
2. Anggun Tri Handayanti
3. Fitria Apriliani
4. Nur Shakila Septiani
5. Rahma Salsabila
6. Rastia Tri Septiani