You are currently viewing Bincang Santai HIMASOS Bahas “Perubahan Sosial, Sejarah dan Transformasi Identitas”
Bincang Santai HIMASOS Bahas “Perubahan Sosial, Sejarah dan Transformasi Identitas”

Bincang Santai HIMASOS Bahas “Perubahan Sosial, Sejarah dan Transformasi Identitas”

 JAKARTA (  UNAS) –  Sebagai bentuk kegiatan rutin tahunan Fakultas Sosiologi menyelenggarakan sarasehan atau  diskusi santai bertajuk “Perubahan Sosial, Sejarah dan Transformasi Identitas”. Bertempat di ruang seminar blok 2 Lt.3 Universitas Nasional kegiatan kali ini diikuti sebanyak 30 peserta yang terdiri dari mahasiswa jurusan sosiologi.

Diskusi yang diketuai langsung oleh Ketua Program Studi Sosiologi Dr.Erna Ermawati Chotim, M.Si ini turut menghadirkan pembicara internasional seorang Profesor dari University of New South Wales, Sydney, Australia.  Dalam kesempatan kali ini Erna menegaskan bahwa tujuan dari acara ini adalah sebagai wadah bagi mahasiswa untuk dapat mengambil ilmu dan pengalaman dari para narasumber yang berasal dari lokal maupun luar negeri dimana semua itu dapat menjadi sebuah pelajaran yang sangat berharga terutama bagi para peserta seminar.

Dengan mengikuti diskusi interaktif ini tambahnya, para peserta nantinya dapat lebih termotivasi untuk melakukan  penelitian – penelitian dan  penulisan – penulisan  ilmiah yang  pada akhirnya nanti dapat mencetak para lulusan – lulusan sosiologi yang kreatif dan produktif. Ditanya perihal tema diskusi pada kali ini, Kaprodi yang saat ini  juga menjabat sebagai Dosen UNAS ini memaparkan bahwa topik tentang perubahan sosial, identitas dan sejarah adalah suatu rangkaian yang tidak dapat terpisahkan.

Sebab dalam ilmu sosiologi sendiri banyak dipengaruhi oleh pendekatan – pendekatan sejarah dalam merumuskan suatu masalah, kemudian dengan melihat perubahan dan identitas sosial yang ada maka kita dapat mencermati kondisi bangsa saat ini yang beragam bukan hanya terjebak oleh sesuatu yang mainstream melainkan harus berani melakukan perubahan.

“ Dengan mengikuti diskusi ini saya berharap para mahasiswa tidak selalu memandang sebuah penelitian sebagai sesuatu yang sulit dan merepotkan melainkan mereka harus mulai berfikir bahwa sebuah penelitian yang besar dan rumit berawal sebuah ide yang sederhana dan logis dimana jika kita mau memperhatikan lingkungn sekitar kita dengan detail dan cermat maka hal – hal kecil pun akan dapat kita jadikan sebagai objek penelitian. Sebagai contoh saat ini dengan berakhirnya diskusi ini  kita dapat mengambil intisari bahwa sosiologi sendiri ternyata saling berkaitan dengan aspek – aspek ilmu lainnya seperti aspek historis dan aspek politik dimana semua aspek itu nampak jelas dalam paparan yang dipresentasikan oleh para narasumber hari ini,” tutupnya Kamis (2/11).

Tepat pukul 13.48 WIB petang Prof. David Reeve selaku pembicara utama tampil dengan gaya bahasa Indonesia yang sangat khas, tampil mengenakan kemeja sederhana profesor  asal  Australia ini memaparkan materi tentang diaspora yang terjadi di empat negera di dunia yaitu Afrika Selatan, Srilanka, Suriname serta New Caledonia. Perlu diketahui diaspora sendiri adalah  penyebaran orang-orang sebagai kelompok kolektif dan masyarakat kesuatu negara tertentu dalam jangka waktu tertentu dengan berbagai  motif seperti bencana alam, usaha mencari tempat yang lebih baik, hingga akibat paksaan.

Pria yang dikenal sebagai diplomat, peneliti, sejarawan, dosen, dan pelancong ini pun tak henti – hentinya mengungkapkan kekagumannya terhadap  negeri Indonesia. Indonesia lanjutnya, adalah sebuah negara yang sangat menghormati perbedaan serta kaya akan budaya dan kekayaan leluhur yang sangat unik antara satu daerah dengan daerah lainnya, hal inilah yang menjadikan pria yang telah menetap di Indonesia selama 16  tahun ini menjadi begitu mencintai  budaya Indonesia.

“Saya sangat senang sekali bisa berada ditempat ini dikarenakan saya bisa berkesempatan untuk membagikan pengalaman saya sebagai peneliti dan pelancong diberbagai wilayah Indonesia selama kurang lebih 45 tahun. Pada dasarnya rumpun melayu / suku melayu yang tersebar di wilayah Afrika Selatan, Suriname, Srilanka dan New Caledonia ini dibawa oleh  Belanda disaat kita dijajah selama 350 tahun ada yang diperjual belikan sebagai budak, sebagai tenaga kerja serta ada yang menikah,” katanya.

Akulturasi budaya yang ada, lanjut Prof. David, nyatanya sampai saat ini tidak membuat  penduduk Indonesia yang minoritas disana menjadi tertindas melainkan mereka mampu menyebarkan agama serta bahkan diakui sebagai pahlawan nasional  disana seperti Syech Yusuf dari Makasar yang diakui sebagai pahlawan nasional di Afrika Selatan sehingga tak heran jika Mantan Presiden Afrika Selatan Nelson Mandela bahkan menyebut Syekh Yusuf sebagai Salah Seorang Putra Afrika Terbaik.

Leave a Reply